Garuda Indonesia Sudah Memenuhi Dendanya
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menegaskan bahwa telah memenuhi seluruh kewajiban yang diminta oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Yang mana kewajiban tersebut antara lain adalah membayar denda karena perusahaan telah memanipulasi laporan keuangan tahun 2018 lalu.
Fuad Rizal selaku Direktur Keuangan dan Manajemen Resiko PT Garuda Indonesia menjelaskan bahwa manajemen sudah memenuhi sanksi administrasi yang diberikan oleh OJK yakni denda sebesar Rp.100 juta untuk masing-masing direksi, Rp.100 juta untuk komisaris dan Rp.100 juta untuk atas nama perusahaan. Denda tersebut sebagai pengakuan perusahaan yang terbukti melanggar aturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang laporan Tahunan Emiten dan Perusahaan Publik. Dan tak hanya itu, perusahaan juga telah memenuhi kewajiban denda dari BEI sebesar Rp.250 juta atas penyajian laporan keuangan kuartal I 2019.
Ia menambahkan bahwa perusahaannya juga sudah memenuhi kewajiban dari BEI dan OJK untuk menyajikan kembali (restatement) laporan keuangan tahun 2018. Laporan tersebut juga telah dirilis, di mana perusahaan mengubah posisi laba bersih sebesar US$5 juta menjadi rugi bersih sebesar US$175 juta. Tak lupa, manajemen juga telah mengadakan paparan publik terkait restatement laporan keuangan ini berdasarkan permintaan BEI. Terakhir, Rizal mengatakan perusahaan juga telah membatalkan kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi sesuai dengan permintaan BPK. Dalam hal ini, Garuda Indonesia telah meminta PT Citilink Indonesia telah membatalkan kontrak kerja sama bernilai US$239,9 juta tersebut.
Menurut dia, awal mula kerja sama ini bermula ketika perusahaan ingin mengerek pendapatan lain-lain (auxiliary revenue), selain pendapatan operasional. Sebab, ia mengaku pendapatan lain-lain perusahaan sebesar 5 persen dari total pendapatan terbilang mini dibanding kinerja maskapai lainnya yang mencapai 15 persen. Apalagi, pendapatan lain-lain yang terkait dengan operasi penerbangan baru sebatas penyediaan jaringan wi-fi di dalam pesawat, yang disebutnya cukup mahal. Makanya, perusahaan tertarik dengan kerja sama penyediaan in-flight entertainment, di mana perusahan tidak perlu merogoh uang investasi. Sebelumnya, Garuda Indonesia dihujani sanksi karena setelah kedapatan mempercantik laporan keuangan 2018.
Hal ini terkuak setelah dua komisaris Garuda Indonesia, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria menolak untuk menandatangani laporan keuangan 2018. Keduanya memiliki perbedaan pendapat terkait pencatatan transaksi dengan Mahata senilai US$239,94 juta pada pos pendapatan. Pasalnya, belum ada pembayaran yang masuk dari Mahata hingga akhir 2018. Namun, manajemen tetap menuliskannya sebagai pendapatan, sehingga secara akuntansi Garuda Indonesia menorehkan laba bersih dari sebelumnya yang merugi sebesar US$216,58 juta.