fbpx

Atur Kesehatan Keuangan Saat Pandemi

Pandemi virus corona atau Covid-19 rupanya tak hanya menimbulkan ancaman bagi kesehatan dan jiwa masyarakat. Lebih dari itu, virus corona juga memicu gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di kalangan pekerja. Data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan ada lebih dari 1 juta pekerja yang dirumahkan dan PHK akibat penyebaran wabah tersebut di Indonesia. Rinciannya, 873 ribu pekerja dirumahkan dan 137,4 ribu pekerja di-PHK. PHK pun bisa terjadi di pekerja sektor formal maupun informal. PHK juga bisa menyasar pekerja jenis industri mana saja. Hal ini tentu akan membuat pekerja khawatir dengan masa depan kondisi keuangan mereka. Maklum, sampai saat ini penyebaran virus masih terus terjadi dan sampai kapan kondisi tersebut berlangsung, belum ada satu orang pun yang bisa mengetahuinya.

Ingin cari pekerjaan baru pun belum tentu bisa cepat didapat. Lantas, apa yang harus dilakukan pekerja di tengah kondisi tersebut?

Bagaimana juga strategi mengatur keuangan supaya di saat gelombang PHK datang, kita semua siap?

Perencana Keuangan Tatadana Consulting Tejasari Assad mengatakan kaum pekerja harus mulai jeli dengan risiko PHK, khususnya yang bekerja di sektor paling rentan. Untuk itu, strategi atur keuangan sejatinya sudah harus dilakukan jauh-jauh hari. Secara umum, berhemat dilakukan dengan hanya mengeluarkan dana untuk keperluan yang paling prioritas, seperti kebutuhan makan dan perlengkapan sehari-hari serta pengeluaran tambahan khusus untuk kesehatan. Artinya, segala kebutuhan di luar itu sebaiknya ditahan dulu, misalnya beli baju baru, aksesoris, mainan anak, dan lainnya. Setelah itu, jalankan kebijakan realokasi anggaran. Misalnya, saat ini sedang kerja dari rumah (work from home), maka pengeluaran transportasi, makan di luar, hingga jalan-jalan bisa dipindahkan untuk penambah kebutuhan sehari-hari. Sebab, saat hanya beraktivitas di rumah, maka pengeluaran dapur akan meningkat. Begitu pula dengan penggunaan air, listrik, gas, dan kebutuhan rumah harian lainnya. Bila kebutuhan sehari-hari sudah terpenuhi, maka lihat lagi, apakah masih ada kelebihan dana dari pos pengeluaran yang tidak dilakukan? Misalnya, pengeluaran transportasi dan lainnya masih ada kelebihan, maka ini saatnya dimasukkan ke pos dana darurat.

Menurut Teja, dana darurat akan menjadi bantalan pertama ketika pekerja harus menghadapi kejadian pahit seperti PHK. Pos ini menjadi yang pertama bisa digunakan sebelum mengorek tabungan. Ia mengingatkan jangan taruh dana darurat di instrumen investasi seperti deposito karena harus cermat dengan jatuh tempo, entah sebulan, tiga bulan, enam bulan, hingga satu tahun. Instrumen yang aman setidaknya reksadana pasar uang. Selain pengeluaran transportasi, makan di luar, dan jalan-jalan, kata Teja, pemasukan untuk pos dana darurat juga bisa dimaksimalkan dengan pengeluaran jangka menengah yang tak bisa dilakukan. Bila sudah habis, barulah merogoh tabungan dan investasi. Namun Teja memberi saran, investasi yang dicairkan sebaiknya bukan yang bersifat jangka panjang dan nilainya sedang jatuh, seperti saham.

Cara lain yang bisa dilakukan adalah membuka usaha. Memang, pandemi corona penuh ketidakpastian. Namun, menurut Teja, tidak ada salahnya dicoba. Hanya saja, ada beberapa kriteria usaha yang perlu diperhatikan. Misalnya, lebih baik buka usaha jual makanan melalui pesan antar dan e-commerce ketimbang membuka di rumah. Senada, Perencana Keuangan OneShildt Financial Planning Mohammad Andoko mengatakan gelombang PHK memang perlu diantisipasi. Apalagi, bila kemungkinan tidak ada pesangon yang diberikan ke pekerja. Bila dana darurat tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari usai PHK, maka bisa mulai cairkan instrumen investasi dari yang paling likuid, seperti reksadana. Instrumen seperti emas, deposito, saham, dan obligasi, menurutnya, harus yang paling akhir dicairkan. Sebab, khawatirnya justru merugi di tengah kondisi pasar keuangan seperti ini. Sisanya, bila benar-benar tidak mencukupi, barulah menjual properti serta turunkan standar biaya hidup. Kendati begitu, PHK pun sejatinya bukan akhir dari segalanya. Sebab, ada beberapa perusahaan yang masih memberikan pesangon kepada pekerja sehingga bisa dimanfaatkan asal pintar menggunakannya.

Sumber : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200410201641-83-492484