fbpx

Pemulihan Berjalan Lambat, Ekonomi 2021 Diramal Merangkak 3 Persen


JawaPos.com – Pandemi Covid-19 akhirnya membawa perekonomian Indonesia ke jurang resesi. Ekonomi triwulan II mengalami kontraksi 5,32 persen dan triwulan III drop negatif 3,49 persen.

Ekonomi nasional secara berturut-turut berada di zona negatif. Namun, membaiknya ekonomi pada triwulan III dibanding triwulan II 2020 memberikan sinyal bahwa pemulihan ekonomi sedang berjalan.

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) pun memproyeksikan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) 2021 hanya 3 persen. Ramalan ini didasari beberapa hal, salah satunya yaitu program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang pada tahun ini masih belum maksimal.

Indef juga melihat, program perlindungan sosial belum dapat menggerakkan permintaan domestik. Apalagi jumlah bantuan perlindungan sosial berkurang separuh pada tahun depan. Belanja kelas menengah diperkirakan masih belum meningkat ketika pandemi Covid-19 belum mereda.

Lalu, laju kredit perbankan sebagai sumber utama likuiditas perekonomian masih akan tertekan. Sehingga pemulihan ekonomi secara keseluruhan juga akan berjalan pelan. Upaya melakukan ekspansi moneter melalui penurunan bunga acuan juga mengalami keterbatasan seiring menjaga stabilitas kurs.

Di samping itu, ketersediaan vaksin masih terbatas. Kalaupun vaksin sudah tersedia hingga 70 persen dari populasi, tentunya proses distribusi dan vaksinasi akan memerlukan waktu. Selama proses tersebut, pembatasan aktivitas dan protokol kesehatan masih akan berlanjut.

Sementara, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat sebesar 14.800. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain tingkat Credit Default Swap (CDS) masih bergerak tinggi dan cenderung fluktuatif dibandingkan pasar negara ASEAN lainnya. Ketika tingkat CDS tinggi, besarnya dana yang dikeluarkan investor untuk melindungi portofolio pun masih tinggi. Investor akan berhati-hati untuk masuk ke pasar Indonesia.

Optimisme ekonomi Amerika Serikat pasca pemilu justru bisa menjadi berita buruk untuk pasar uang Indonesia yang dinamikanya sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal atau asing. Dolar AS akan menguat seiring membaiknya perekonomian AS, sementara Rupiah lebih berpeluang tertekan.

Pasar uang di Indonesia yang masih dangkal membuat investor lebih tertarik untuk perdagangan jangka pendek dan bukan untuk investasi jangka panjang. Akibatnya Rupiah cenderung fluktuatif dibanding beberapa mata uang negara lain.

Sedangkan, tingkat inflasi sebesar 2,5 persen. Hal ini dikarenakan pada tahun 2021 daya beli masyarakat yang masih tertahan dan aktivitas ekonomi yang belum pulih seperti sedia kala membuat tingkat inflasi masih terpatok rendah.

Sisi suplai kebutuhan bahan kebutuhan pokok perlu tetap tersedia dengan baik serta distribusi yang lancar. Hanya sedikit daerah yang diperkirakan mengalami kesulitan mendapatkan bahan pokok secara tepat waktu.

Editor : Estu Suryowati

Reporter : Romys Binekasri





Source link

Ekonom Optimistis Pertumbuhan Ekonomi RI 2021 Bisa 7,5 Persen


JawaPos.com – Pemerintah optimistis ekonomi nasional tumbuh pada 2021. Optimisme itu sejalan dengan kondisi ekonomi mulai bergerak positif menjelang akhir 2020.

Rasa percaya diri itu sejalan dengan pendapat Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal Hastiadi. Dia optimistis outlook perekonomian Indonesia pada 2021 akan bergerak positif dan pertumbuan ekonomi mencapai 7 persen. Salah satu alasannya, saat ini Indonesia berada pada jalur yang tepat dalam menangani resesi dampak wabah covid-19.

Terlebih, saat ini beberapa negara sudah mengalami pemulihan perekonomian setelah beberapa bulan terdampak covid-19. Salah satunya Jepang yang pertumbuhan ekonominya saat ini sudah positif.

Turning point (di beberapa negara) itu terjadi karena jika dibandingkan resesi 2008 yang ekonominya sudah overheating, sekarang, ekonominya bukan overheating. Tetapi itu ditunjang oleh external shock,” kata Fithra, Jumat (20/11).

Pendapat itu juga dikemukakan dalam sebuah seminar daring, Rabu (18/11) lalu. Webinar itu bertajuk UU Cipta Kerja dan Dampak Resesi terhadap Perekonomian saat Ini dan Proyeksi Perekonomian 2021.

Fithra melanjutkan, tekanan eksternal (external shock) yang berupa Pandemi Covid-19 ini jika tidak ditangani dengan baik akan berujung pada krisis struktural dan bahkan bisa lebih buruk sejak 2008.

Untuk itu, kebijakan pemerintah yang tepat dalam merespons resesi akibat wabah ini menjadi faktor penting dalam kebangkitan dari resesi. Kata Fithra, Indonesia sudah berada di jalur yang benar dalam proses pemulihan ekonomi.

Akademisi Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Rudi Kurniawan mengatakan, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan untuk mendorong perekonomian agar kembali ke potensinya dengan kebijakan stimulus fiskal dan moneter. Yang tak kalah penting adalah, kebijakan untuk mengatasi persoalan pengangguran agar kembali dan siap ke pasar kerja dan tidak menjadi pengangguran permanen.

“Dengan UU Cipta Kerja, mereka yang di-PHK mendapatkan pelatihan-pelatihan supaya terasah dan tune in untuk kembali ke pasar kerja,” kata peneliti Center for Economics and Development (CEDS) Unpad itu.

Persoalan pengangguran yang harus diatasi pemerintah bukan saja pekerja yang terdampak wabah yang jumlahnya sekitar 3 jutaan jiwa, tapi juga, menurut Rudi, angkatan kerja baru yang setiap tahunnya bertambah hingga 2 jutaan.

Untuk itu, kemudahan perizinan berusaha dan dukungan terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menegah (UMKM) dan koperasi dalam UU Cipta Kerja, dinilai Rudi, tidak hanya akan menciptakan lapangan kerja untuk menyerap para pengangguran karena dampak pandemi. Tetapi juga menyerap angkatan kerja baru dan menstimulus masyarakat untuk berwirausaha.

Saksikan video menarik berikut ini:





Source link

Masyarakat RI Punya Rasa Optimisme Besar Ekonomi Bisa Segera Pulih


JawaPos.com – Perusahaan riset pemasaran dan opini masyarakat global IPSOS menilai, masyarakat Indonesia memiliki optimisme yang tinggi bahwa ekonomi bisa segera pulih dan negeri ini dapat melewati masa pandemi Covid-19 dengan baik. Managing Director IPSOS Indonesia Soeprapto mengatakan, hal ini terungkap dalam survei yang dilakukan terhadap enam negara di Asia Tenggara, Indonesia, Malaysia, Filipina, Vietnam, Singapura dan Thailand dengan masing-masing 500 responden di setiap negara.

Soeprapto menjelaskan, tujuan survei tersebut ada tiga hal. Pertama, melihat di tahap mana setiap negara di Asia Tenggara bereaksi terhadap Covid-19. Kedua, melihat sejauh mana dampak Covid-19 terhadap penghasilan masyarakat dan bagaimana harapan mereka dalam enam bulan ke depan. Ketiga, bagaimana kegiatan perekonomian selama pandemi dan produk apa saja yang terdampak atau tidak terdampak pandemi.

“Hal ini juga berkaitan dengan optimisme masyarakat di enam negara terhadap pengadaan vaksin Covid-19,” ujarnya dalam keterangannya, Sabtu (21/11).

Empat negara seperti, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam yakin vaksin bisa ditemukan dan didistribusikan pada semester I 2021. Sementara dua negara lainnya seperti, Singapura dan Thailand, berharap vaksin bisa ditemukan pada semester II 2021.

Dalam survei tersebut, terlihat bahwa Indonesia menjadi negara dengan optimisme ekonomi yang lebih tinggi dibanding lima negara lain yang disurvei. Soeprapto menyebutkan, survei sempat dilakukan dua kali yakni Mei 2020 dan September 2020. Pada survei pertama, hampir semua negara menunjukkan respon yang sama yakni pendapatan masyarakat yang menurun akibat pandemi.

“Di awal kita melakukan studi pada Mei 2020, Indonesia dibanding negara Asia Tenggara lain tidak jauh. Banyak masyarakat mengatakan, pendapatan mereka menurun. Jauh berkurang dibanding sebelum pandemi. Namun memasuki survei kedua yang digelar pada September 2020, Indonesia terlihat cukup unggul dibanding lima negara lain yang disurvei,” tuturnya.

Selain itu, lanjutnya, hasil survei tersebut juga menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki optimisme terhadap pemulihan ekonomi yang lebih tinggi dibanding negara lain di ASEAN. Bahkan kalau dibanding Vietnam yang memiliki jumlah kasus Covid-19 lebih rendah, optimisme pemulihan ekonomi Indonesia lebih tinggi.

“Kenapa? Karena di Indonesia ini masyarakatnya merasa terbantu dengan sejumlah pendampingan yang dilakukan pemerintah,” ujar Soeprapto.

Setelah ditelisik, optimisme yang ditunjukkan masyarakat Indonesia dilatari adanya bantuan pemerintah yang cukup masif. Catatan yang didapat dari survei menunjukkan, masyarakat Indonesia merasa terbantu dengan pendampingan atau insentif terhadap UMKM yang diberikan pemerintah.

Selain itu, masyarakat Indonesia juga optimistis vaksin bisa segera ditemukan dan diproduksi. Penyaluran bantuan sosial, kartu Prakerja, dan stimulus untuk pengusaha juga dianggap punya andil besar dalam mendongkrak optimisme masyarakat Indonesia dalam menyongsong ekonomi yang lebih baik.

Ia menambahkan, di Indonesia, sebanyak 60 persen responden ingin agar masalah Covid-19 dari sisi kesehatan benar-benar dibereskan terlebih dulu. Ini menunjukkan bahwa prioritas masyarakat Indonesia selama pandemi adalah aspek kesehatan.

Sementara 16 persen responden di Indonesia berharap bantuan sosial tetap dilanjutkan. Sisanya, ingin agar pemerintah memberi kepastian lapangan kerja dan mengontrol harga agar tidak naik.

“Beda dari Singapura yang lebih memprioritaskan pekerjaan,” ucapnya.

Editor : Estu Suryowati

Reporter : Romys Binekasri





Source link

Stimulus Pemerintah Masih Jadi Pendorong Pertumbuhan Ekonomi


JawaPos.com – Ekonomi Indonesia diyakini bisa pulih dari resesi yang terjadi pada kuartal III-2020 akibat pandemi Covid-19. Pada kuartal IV-2020 ekonomi Indonesia diyakini bisa menjadi positif dan menyumbang pertumbuhan ekonomi minimal 5 persen.

Menurut Peneliti Senior Bidang Ekonomi PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Poltak Hotradero, ekonomi Indonesia diprediksi bisa tumbuh positif di kuartal IV-2020 dan akan memberikan proyeksi yang lebih optimistis pada 2021.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pascaresesi merupakan sesuatu yang wajar. Sebab, pertumbuhan ekonomi dihitung berdasarkan posisi pertumbuhan tahun sebelumnya.

“Karena tahun 2020 pertumbuhan ekonomi sempat turun dalam, maka tahun 2021 akan menjadi lebih mudah untuk bertumbuh lebih tinggi. Ini juga dialami oleh semua negara yang bisa bangkit kembali setelah terkena resesi pada tahun ini,” kata Poltak saat dihubungi, Sabtu (14/11).

Menurut Poltak, pertumbuhan ekonomi Indonesia terendah memang terjadi pada kuartal II-2020 saat pandemi Covid-19. Kondisi itu mulai dan terjadi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta dan berbagai kota besar lainnya. Memasuki kuartal III-2020 pertumbuhan ekonomi masih terlihat negatif, namun sudah mulai membaik karena masyarakat sudah bisa menyesuaikan diri. Selanjutnya, pada kuartal IV-2020, sejauh ini kelihatannya sudah lebih membaik dibandingkan kuartal III-2020.

Dia melanjutkan, untuk proyeksi 2021 akan tergantung pada pemulihan aktivitas umum masyarakat yang sempat terhambat oleh pandemi. Belanja pemerintah masih menjadi pendorong utama di kuartal I-2021 lewat berbagai stimulus sebelum konsumsi swasta mengambil alih sebagai motor pertumbuhan ekonomi di kuartal II dan kuartal III-2021.

“Akan jauh lebih baik lagi bila vaksinasi Covid-19 sudah dapat terlaksana sehingga aktivitas masyarakat bisa kembali normal seperti sebelum pandemi,” ujar Poltak.

Dia mengungkapkan, ekonomi Indonesia di kuartal III masih terkontraksi sebesar – 3,49 persen. Namun, masih lebih baik ketimbang puncak tekanan ekonomi yang terjadi di kuartal II-2020 sebesar – 5,34 persen. Kondisi tersebut merupakan sinyal positif bahwa telah terjadi perbaikan atau pemulihan ekonomi.

“Ke depan kami melihat pertumbuhan ekonomi akan terus meningkat dengan tahapan perbaikan yang akan ditentukan dengan pengendalian pandemi. Saat ini, sektor rumah tangga dan dunia usaha terlihat masih sangat berhati-hati dalam beraktivitas ekonomi,” kata dia.

Baca juga:

Namun, dengan masih meningkatnya laju pandemi Covid-19, secara umum rilis data pertumbuhan ekonomi terlihat ada perbaikan. Hal itu ditunjukkan dengan kinerja positif dari neraca perdagangan yang terus mencatat surplus selama lima bulan terakhir dan belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang terakselerasi.

Selain itu, lanjut dia, pasar juga menyambut baik pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja. Pihaknya juga melihat masih ada sektor-sektor yang tumbuh positif dengan tren yang meningkat, misalnya, sektor jasa kesehatan dan industri farmasi. Lalu sektor pertanian khususnya tanaman hortikultura dan perkebunan serta UMKM.

“Dampak utama UU Cipta Kerja sebenarnya ada pada FDI (foreign direct investment), DDI (domestic direct investment), dan aktivitas UMKM. Sayangnya, segmen UMKM sangat jarang disorot, padahal segmen ini yang paling dapat manfaat dari UU Cipta Kerja. UMKM juga yang menjadi penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia,” pungkasnya.

Saksikan video menarik berikut ini:





Source link

Kontribusi Sektor Ritel terhadap PDB Tetap Positif di Tengah Pandemi


JawaPos.com – Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut kontribusi bisnis ritel bagi pertumbuhan ekonomi tetap tinggi di tengah pandemi Covid-19. Karena itu, pemerintah akan terus mendorong agar bisnis ritel tetap tumbuh. Itu juga bertujuan mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi secara nasional.

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyatakan bahwa kontribusi bisnis ritel dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2020 positif. Jika melihat sumbangsihnya bagi produk domestik bruto (PDB), kontribusi ritel dari sisi perdagangan mencapai 12,83 persen. Sementara itu, kontribusi dari sisi konsumsi berkisar 57,31 persen.

Selama lima tahun terakhir, lanjut Agus, sektor perdagangan selalu berkontribusi lebih dari 10 persen terhadap PDB. Sementara itu, konsumsi selalu memberikan kontribusi lebih dari 50 persen terhadap PDB. Melihat daya tahan ritel pada masa pandemi ini, pemerintah yakin ritel bisa mengerek pertumbuhan ekonomi nasional.

“Berbagai upaya kami lakukan untuk menjaga kinerja sektor ritel selama pandemi. Di antaranya, dengan usulan pemberian stimulus ekonomi untuk sektor ritel, pembukaan aktivitas perdagangan dengan protokol kesehatan yang ketat, dan dukungan terhadap transformasi digital,” papar Agus Jumat (13/11).

Menurut dia, pemerintah juga telah memberikan insentif untuk bisnis ritel. Yakni, insentif pajak. Dengan insentif pajak, beban pengeluaran pelaku usaha ritel berkurang sehingga dapat menjaga arus kas perusahaan. Agus juga menekankan pentingnya transformasi digital pada sektor ritel.

“Dengan niaga elektronik, pelaku ritel dapat menjangkau konsumen dalam skala yang lebih luas, bukan hanya di dalam negeri, melainkan juga di luar negeri.”

Agus berharap Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) dapat terus meningkatkan perannya sebagai mitra pemerintah. Terutama menjaga stabilitas harga dan pasokan serta membantu pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui program kemitraan.

Sementara itu, terkait dengan upaya kemitraan dengan pengusaha kecil, Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengklaim bahwa sebanyak 35 persen produk ritel modern merupakan produk UMKM. Mulai makanan dan minuman (mamin), pakaian, aksesori, hingga kosmetik.

“Ke depannya, Aprindo terus memperaiki kemitraan dengan UMKM. Semua peritel menjaga kebersamaan dengan UMKM untuk bisa maju bersama,” pungkas Roy.

PERTUMBUHAN INDUSTRI RITEL NASIONAL

Tahun | Pertumbuhan

2017 | 3,7%

2018 | 9%

2019 | 8,5%

2020 | 3–3,5%*

*) prediksi

Sumber: Apindo





Source link

Ekonomi RI Resmi Resesi, Bali Jadi Kontraksi Pertumbuhan Terdalam


JawaPos.com – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi triwulan III-2020 masih terkontraksi besar minus 3,49 persen. Hampir seluruh daerah dan kepulauan Indonesia mengalami kontraksi pertumbuhan. Terutama di kawasan industri pariwisata seperti Bali sebesar 6,8 persen.

“Provinsi di Pulau Bali dan Nusa Tenggara mengalami kontraksi pertumbuhan terdalam sebesar 6,80 persen,” kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (5/11).

Suhariyanto menjelaskan, struktur ekonomi Indonesia secara spasial pada triwulan-III 2020 didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa sebesar 58,88 persen, dengan kinerja ekonomi yang mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 4 persen secara tahunan.

Selanjutnya, provinsi lainnya yang mengalami kontraksi pertumbuhan antara lain Pulau Kalimantan sebesar 4,23 persen, Pulau Sumatera sebesar 2,22 persen, Pulau Maluku dan Papua sebesar 1,83 persen, serta Pulau Sulawesi sebesar 0,82 persen.

Sementara, lanjutnya, dari sisi produksi secara tahunan, Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan mengalami kontraksi pertumbuhan terdalam sebesar 16,7 persen. Dari sisi pengeluaran, Komponen Ekspor Barang dan Jasa mengalami kontraksi pertumbuhan terdalam sebesar 10,82 persen.

Namun, secara kuartal dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi pada Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan sebesar 24,28 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PK-P) yang tumbuh sebesar 16,93 persen.

Sedangkan, dari sisi pengeluaran hampir semua komponen terkontraksi, Komponen Ekspor Barang dan Jasa menjadi komponen dengan kontraksi terdalam sebesar 7,52 persen.

Saksikan video menarik berikut ini:

Editor : Bintang Pradewo

Reporter : Romys Binekasri





Source link

Indonesia Resesi, Pertumbuhan Ekonomi Minus 3,49 Persen


JawaPos.com – Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan perekonomian Indonesia pada kuartal III tahun ini sebesar minus 3,49 persen. Artinya, Indonesia mengalami resesi. Hal itu disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang terus mengguncang perekonomian nasional.

Kepala BPS Suhariyanto memaparkan bahwa secara kumulatif pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga kuartal-III 2020 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya terkontraksi 2,09 persen. Mengalami pertumbuhan negatif, namun secara kuartal (qtq) ekonomi mengalami kenaikan sebesar 5,05 persen pada triwulan III-2020. Kondisi itu memperlihatkan adanya tanda-tanda pemulihan yang signifikan.

“Perekonoman Indonesia terkontraksi sebesar minus 3,49 persen hingga kuartal III tahun ini. Angka tersebut meski masih mengalami kontraksi tapi sedalam pada triwulan II yang minus 5,32 persen,” ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (5/11).

Suhariyanto menjelaskan, perekonomian di berbagai negara hingga kuartal III tahun ini lebih baik dibandingkan kuartal II. Tercermin dari indikasi yang mengalami peningkatan dalam beberapa bulan terakhir. Namun, perbaikan ini masih terhambat karena tingginya kasus Covid-19.

Baca juga:

“Di beberapa negara Eropa sedang melakukan kembali lockdown. Seperti di Jerman, Perancis, Inggris, dan Austria. Alasannya Covid meningkat,” terang dia.

Suhariyanto berharap perbaikan pada kuartal III tahun ini dapat menjadi modal yang bagus untuk melangkah ke kuartal IV tahun ini. Apalagi, dengan pelonggran kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) aktivitas ekonomi dapat kembali bergeliat.

“Perbaikan sangat positif, berharap kuartal 4 situasinya jadi lebih baik,” tutupnya.

Saksikan video menarik berikut ini:

Editor : Ilham Safutra

Reporter : Romys Binekasri





Source link

Supaya Ekonomi Pulih, Perbanyak Belanja dan Jalan-jalan



Suara.com - Ekonomi Pulau Jawa masih menjadi andalan pemerintah pusat dalam menjalankan roda perekonomian secara nasional, dengan jumlah populasi yang sangat besar Pulau Jawa diharapkan mampu melawan tekanan dari pandemi virus corona atau Covid-19.

Hal tersebut dikatakan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam sebuah acara Webinar, Rabu (4/11/2020).

“Pasar Indonesia dengan 270 juta penduduk 60 persen ada di Jawa, ini kita gunakan untuk mendorong kegiatan ekonomi, baik produksi dan konsumsi,” kata Suahasil.

Suahasil menyebut, sumbangsih konsumsi Pulau Jawa sebesar 57 persen merupakan yang tertinggi secara nasional, maka dari itu segala upaya yang dilakukan pemerintah pusat bagi Pulau Jawa akan berdampak langsung bagi ekonomi secara nasional.

Baca Juga:
Supaya Ekonomi Bergerak, Belanja ke Warung dan Pasar Tradisional

“Kita tahu konsumsi tersebut adalah 56 sampai 57 persen dari total PDB Indonesia, kita gulirkan ini kita gulirkan terus dorongan bagi produk domestik bruto kita dan bagi pertumbuhan ekonomi kita, kami memiliki keyakinan bahwa kita bisa melakukan ini APBN akan terus kami desain kami repaint untuk bisa memberikan dorongan maksimal kepada seluruh Indonesia,” katanya.

Maka dari itu kata mantan Kepala Kebijakan Fiskal (BKF) ini selagi vaksin virus corona belum ditemukan, diharapkan bahwa masyarakat lebih percaya diri untuk bisa berbelanja mengeluarkan uangnya untuk melakukan aktivitas konsumsi.

“Sampai vaksin ditemukan, sampai dengan proses vaksinasi dijalankan di seluruh Indonesia dan confidence atas kepercayaan diri, kita lebih banyak keluar, lebih banyak berwisata, untuk lebih banyak berbelanja, untuk lebih banyak melakukan kegiatan ekonomi produktif, berinvestasi, mendorong ekspor sehingga secara gradual ekonomi akan pulih,” pungkasnya.





Source link

Kalaupun Kuartal III Ekonomi RI Membaik, Kuartal IV Belum Tentu


JawaPos.com – Produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal III diprediksi masih berada di zona negatif, meski membaik dari triwulan sebelumnya, yaitu menjadi kisaran -3 persen. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan prediksi ini, Senin (2/11).

Angka serupa juga diramalkan oleh Direktur riset lembaga kajian ekonomi Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Piter Abdullah. “Pertumbuhan ekonomi triwulan III, saya perkirakan kembali minus di kisaran 3 persen. Tetap minus tetapi lebih baik dibandingkan triwulan II,” katanya dikutip dari Antara, Selasa (3/11).

Piter menjelaskan perbaikan pertumbuhan ekonomi triwulan III didorong oleh adanya pelonggaran kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) serta realisasi bantuan sosial (bansos) dari pemerintah yang cukup maksimal. Menurutnya, melalui pelonggaran PSBB serta berbagai bansos tersebut mampu membantu untuk menahan penurunan konsumsi rumah tangga yang cukup dalam pada kuartal II.

“Meskipun masih tumbuh negatif tapi konsumsi sedikit lebih baik dibandingkan triwulan II,” ujarnya.

Meski demikian, ia menegaskan perbaikan triwulan III tidak dapat dijadikan acuan bahwa akan terjadi pemulihan ekonomi dalam waktu singkat di kuartal IV, misalnya. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi sepenuhnya dipengaruhi oleh perkembangan kasus Covid-19.

Piter memperkirakan, meskipun pertumbuhan triwulan III membaik, namun jika kasus Covid-19 semakin tinggi dan harus ditetapkan kebijakan PSBB, maka ekonomi akan kembali turun pada akhir tahun. “Meskipun triwulan III membaik tapi kalau pandeminya memburuk dan memaksa pengetatan PSBB pada triwulan IV maka pertumbuhan ekonomi akan kembali menurun,” katanya.





Source link

Jokowi Perkirakan PDB Kuartal-III di Kisaran -3 Persen


JawaPos.com – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memperkirakan ekonomi pada kuartal-III belum keluar dari zona negatif. Namun kontraksinya lebih baik dibandingkan kuartal sebelumnya yang di level -5,32 persen. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu memperkirakan, ekonomi kuartal-III akan mengalami kontraksi di kisaran -3 persen.

“Kita tahu kemarin di triwulan-II pertumbuhan ekonomi di angka -5,32. Di kuartal-III kita juga mungkin sehari dua hari ini akan diumumkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) juga masih berada di angka minus. Perkiraan kita di angka -3. Naik sedikit (dibanding kuartal sebelumnya),” ujarnya dalam sidang kabinet secara virtual, Senin (2/11).

Menurutnya, kontraksi ekonomi yang dialami Indonesia masih lebih baik dibandingkan negara-negara lain. Namun meski begitu, dia meminta jajarannya untuk tidak cepat berpuas diri, dan mengejar pertumbuhan ekonomi pada kuartal terakhir tahun ini agar bisa masuk zona positif.

“Memang kalau dibandingkan dengan negara lain ya masih jauh lebih baik. Tapi ini patut kita berikan tekanan untuk yang kuartal-IV. Jadi, kuartal-III yang -3 lebih sedikit dan itu adalah trennya membaik, trennya positif,” ucapnya.

Jokowi menyadari konsumsi rumah tangga masih lemah. Oleh karena itu, guna mengejar pertumbuhan ekonomi kuartal-IV, Jokowi mendorong belanja pemerintah bisa diupayakan semaksimal mungkin.

“Belanja spending harus menjadi kejar-kejaran kita semuanya,” jelasnya.

Editor : Estu Suryowati

Reporter : Romys Binekasri





Source link