fbpx

Corona, Penjualan Rumah Diramal Cuma 60 Persen dari Target



Jakarta, CNN Indonesia —

Asosiasi Pengembang Perumahan Dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) memperkirakan realisasi penjualan rumah hanya mencapai 132 ribu unit pada tahun ini. Proyeksi itu hanya sekitar 60 persen dari target sebanyak 221 ribu unit pada tahun ini.

Ketua Umum APERSI Junaidi Abdillah mengatakan penurunan penjualan rumah terjadi akibat tekanan ekonomi sebagai dampak dari pandemi virus corona atau covid-19. Bahkan, penurunannya sudah terasa sejak virus mewabah di dalam negeri.

“Permintaan hunian turun 40 persen di era covid, tapi sebenarnya ini mungkin bukan permintaan yang turun, tapi minat untuk belinya yang membuat turun. Jadi prediksi kami hanya tercapai 60 persennya saja sampai akhir tahun,” ujar Junaidi dalam diskusi virtual bertajuk Siasat Industri Menghalau Gempuran Corona, Kamis (12/11).







Proyeksinya, penurunan penjualan rumah akan lebih besar di provinsi-provinsi yang target penjualan rumahnya cukup tinggi. Misalnya Jawa Barat, target awalnya mencapai 68 ribu unit, Banten 33 ribu unit, Kalimantan Selatan 18 ribu unit, Kalimantan Timur 13 ribu unit, Jawa Timur 12 ribu unit, dan DKI Jakarta 11 ribu unit.

“Ini harapan awalnya kalau kondisi normal, tapi kelihatannya akan turun,” imbuhnya.

Kendati begitu, perkiraan realisasi penjualan rumah tahun ini masih lebih tinggi dari realisasi penjualan rumah sebanyak 89 ribu unit pada 2019.

Senada, TMA Group, salah satu pengembang perumahan di kawasan industri juga melihat potensi penurunan penjualan rumah pada tahun ini, khususnya di rumah kelas menengah ke atas. Bahkan, ia mencatat penurunan penjualan rumah mencapai 60 persen pada Maret-Mei 2020.

Menurutnya, penjualan rumah kelas menengah yang masih bisa ‘tokcer’ hanya yang berada di harga Rp500 jutaan. “Ini kalangan profesional, Youtuber, itu masih besar permintaannya ke rumah ini,” ucap Tuti pada kesempatan yang sama.

Sementara rumah subsidi justru memiliki peluang tetap laris manis penjualannya pada tahun ini. Alasannya, rumah subsidi mendapat dukungan dari program perumahan dari pemerintah.

“Ada bantuan dari pemerintah berupa suku bunga dan uang muka,” imbuhnya.

Selain itu, permintaan rumah subsidi mungkin masih tinggi karena selisih kebutuhan rumah dan pemenuhannya alias backlog masih berada di kisaran 7,64 juta pada awal tahun. Kemudian, jumlah masyarakat yang menikah terus bertambah dari waktu ke waktu dan mereka membutuhkan rumah.

“Rumah subsidi juga sesuai dengan tingkat pendapatan masyarakat yang 80 persen sekitar Rp4 juta, jadi rumah subsidi adalah jawaban yang tepat,” tuturnya.

Kendati begitu, Tuti melihat para pengembang tetap perlu melakukan sejumlah strategi agar penjualan bisa meningkat. Misalnya, memberikan rumah berkualitas baik, promo, lokasi strategis, kepastian serta kemudahan proses, dan lainnya.

Proyeksi Tuti turut diamini Direktur Consumer and Commercial Lending BTN Hirwandi Gafar. Buktinya, realisasi pembiayaan KPR ke rumah subsidi mendominasi di bank pelat merah itu.

Tercatat, portofolio pembiayaan rumah subsidi mencapai Rp116,32 triliun atau 89 persen dari total KPR BTN mencapai Rp196,5 triliun per September 2020. Sisanya, ke rumah komersial dengan nilai kredit Rp80,18 triliun.

“Jadi KPR subsidi ini hampir 90 persen,” kata Hirwandi.

[Gambas:Video CNN]

(uli/age)






Source link