fbpx

Kiat Bangun Efisiensi Biaya yang Kontinyu untuk Startup


JawaPos.com – Banyak pelaku bisnis, termasuk Startup pemula, yang rupanya masih belum tepat dalam menerapkan strategi membangun efisiensi biaya dalam jangka panjang, terutama terkait persoalan pengembangan kapasitas infrastruktur teknologinya. Demikian diungkapkan oleh Country Leader AWS Indonesia, Gunawan Susanto dalam diskusi bertema membantu keberhasilan Startup melalui optimalisasi biaya penggunaan cloud.

Ia mencontohkan, Startup yang menggunakan on premise banyak yang sudah melakukan pembelanjaan modal untuk kebutuhan bisnis hingga beberapa tahun ke depan. Termasuk, jika misalnya sesuai dengan kebutuhan bisnis yang diproyeksikan, katakanlah mereka membutuhkan kapasistas server 100 CPU, maka pembelanjaan 100 CPU tersebut sudah mereka lakukan sejak di tahap awal bisnis beroperasi.

Risikonya, apabila pertumbuhan bisnis dan kapasitas yang dibutuhkan dalam kurun waktu yang direncanakan tersebut tidak sesuai dengan harapan, maka akan banyak kapasitas yang sudah telanjur dibeli menjadi terbuang sia-sia. Artinya, akan terjadi pemborosan biaya yang besar karena server-server tersebut tidak bisa dikembalikan lagi ke penjualnya.

Namun, apabila perkembangan bisnis ternyata tiba-tiba tumbuh dengan sangat pesat dan kapasitas yang telah tersedia tidak mampu mengantisipasi lonjakan tersebut, maka startup-startup tersebut berpotensi kehilangan peluang. Pelanggan tidak dapat terlayani dengan optimal dan bisa berpindah ke kompetitor. Ini karena provisioning pada on premise tidak bisa dilakukan dengan segera, perlu waktu, dan bisnis akan kehilangan momentum.

Ada pula Startup yang menjadikan pemberian diskon di awal atau pemberian kredit dari penyedia layanan sebagai variabel efisiensi dan optimalisasi biaya ketika memilih layanan cloud yang akan mereka gunakan. Bisa jadi strategi ini benar, namun menurut Gunawan, pertimbangan ini hanya efektif untuk tujuan efisiensi jangka pendek. Tidak berbeda dengan langkah salah kaprah yang diambil oleh perusahaan pengguna on premis yang berbelanja server berjumlah besar untuk keperluan beberapa tahun sekaligus sementara situasi pasar bisa berubah-ubah dengan cepatnya.

“Tantangan dan kebutuhan yang dihadapi oleh dunia bisnis di era digital ini sangat dinamis. Untuk itu, dunia usaha termasuk Startup memerlukan dukungan infrastruktur teknologi yang luwes dan mampu berdaptasi dengan setiap dinamika yang terjadi, serta harus memperhitungkan efisiensi dan optimalisasi biaya yang terus berkelanjutan dan dalam jangka waktu yang panjang,” ujarnya.

Gunawan mengingatkan, teknologi adalah faktor kritikal terutama bagi Startup yang bertumpu pada teknologi dalam menghadirkan layanannya. Namun, fokus dari startup – terutama yang baru memulai bisnisnya – adalah mengembangkan bisnisnya, mendapatkan pelanggan-pelanggan baru, mengembangkan tim, serta mengembangkan produk dan atau layanan yang disediakan untuk pelanggannya.

“Teknologi harus menjadi faktor pendukung yang penting dan bukan malah menjadi faktor penghalang perkembangan bisnisnya,” tegas Gunawan.

Bagaimana supaya teknologi yang digunakan, khususnya teknologi cloud, tidak berbalik menjadi penghalang? Ia menyampaikan poin-poin penting yang bisa menjadi pertimbangan Startup baru atau yang akan memulai bisnisnya dalam memilih mitra penyedia solusinya.

Pertama, teknologi harus murah dan efisien dari sisi biaya. Kemudian, Startup pemula bisa mencoba dari skala yang kecil terlebih dulu. Bisa juga memanfaatkan program-program yang ditawarkan secara gratis. Contohnya bisa memanfaatkan program free tier dari AWS yang diperuntukkan bagi startup yang baru memulai kegiatan bisnisnya.

“Pilih layanan yang bisa dibayar sesuai dengan kebutuhan atau Pay per Use. Bagi Startup pemula yang membutuhkan storage bisa mulai memanfaatkan layanan yang sangat terjangkau dengan pembayaran per gigabita per jam, yaitu Amazon Simple Storage Service atau S3. Bagi Startup yang mau langsung mengeksplorasi teknologi AI seperti recommendation engine, bisa memulai dulu dengan pemanfaatan untuk per sekian ribu pelanggan terlebih dulu dan tidak perlu harus langsung membayar sejumlah lisensi yang mahal dan belum tentu berguna pada tahapan memulai bisnis,” saran Gunawan.

Gunawan menginformasikan, AWS menawarkan arsitektur auto-scaling yang memungkinkan Startup untuk menggunakan kapasitas sesuai dengan kebutuhan. Begitu pula dengan biaya yang harus dibayarkan akan mengikuti kapasitas yang saat itu digunakan.

Melalui pay per use, Startup juga bisa bereksperimen dengan dampak dan risiko yang rendah, serta bisa terus fokus mengembangkan dan memvalidasi ide-ide bisnis inovatifnya dengan cepat. Startup juga sebaiknya mempertimbangkan penyedia layanan yang memberikan akses yang sama baik kepada Startup pemula maupun Startup terkemuka yang sudah didukung seri pendanaan besar. Seperti AWS yang membuka kesempatan yang sama bagi seluruh pelanggannya untuk mengakses teknologi-teknologi yang tersedia, dari komputasi, storage, hingga container, serverless, termasuk dalam penggunaan AI dan ML.

Dengan memilih teknologi cloud secara bijak dengan mempertimbangkan bahwa teknologi tersebut berbiaya murah dan tepat guna sesuai dengan kebutuhan serta fokus bisnis, Startup baru diharapkan dapat mengoptimalkan efisiensi biaya sejak awal untuk kepentingan jangka panjang.

“Apabila bisnis mengalami kegagalan, mereka bisa langsung shutdown bisnisnya dengan kerugian yang tidak besar. Namun jika bisnisnya mengalami lonjakan pertumbuhan yang melebihi ekspektasi dan proyeksi, dan kapasitas harus dinaikkan segera, mereka pun sudah siap saat itu juga. Ini yang berhasil diantisipasi oleh pelanggan kami di Indonesia seperti Simak Online, HappyFresh, KitaBisa.com, dan beberapa startup lain yang sudah siap mengatasi isu skalabilitas begitu terjadi lonjakan jumlah pengguna maupun pesatnya peningkatan aktivitas bisnis,” kata Gunawan.

Bagi AWS, terang Gunawan, nilai ekonomi dari Cloud yang paling penting adalah tentang optimalisasi biaya yang berkelanjutan. Untuk itu, yang lebih penting adalah bagaimana AWS bisa membantu pelanggan berpindah ke platform yang lebih baik sehingga mereka tidak sekadar diberikan kredit jangka pendek yang cuma tiga bulan, lima bulan atau maksimal setahun terus selesai, tetapi bisa dibantu untuk melakukan pemangkasan biaya secara berkelanjutan. Mulai dari melakukan sizing yang tepat dengan cepat, meningkatkan elastisitas, model pembelian yang tepat, mengoptimalisasi storage, arsistektur serverless, sampai dengan layanan terkelola sehingga total biaya yang dihadirkan AWS benar-benar bisa sangat efisien.

Beberapa contoh pelanggan Startup lokal lain yang berhasil melakukan efisiensi biaya dengan memanfaatkan teknologi dari AWS adalah e-commerce Bhinneka dan platform pertukaran data untuk ekosistem pertanian di Indonesia yakni HARA. Bhinneka mampu menghemat hingga 20 persen dari biaya TI dengan menggunakan layanan AWS yang bernama Amazon Elastic Cloud Compute (EC2). Sementara HARA mampu menghemat hingga 60-70 persen dari biaya operasional TI-nya berkat Amazon EC2 pula untuk mendukung jaringan blockchain miliknya. Startup e-commerce untuk produk kecantikan, Sociolla, mampu menghemat hingga 50 persen dari biaya TI.





Source link