Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar dolar Australia kembali melemah melawan rupiah pada perdagangan Selasa (10/11/2020), hingga ke bawah Rp 10.200/US$. Rupiah memang sedang perkasa sejak pekan lalu, yang membuat mata uang lainnya rontok, tetapi kinerja dolar Australia masih lebih baik ketimbang dolar Amerika Serikat (AS) maupun dolar Singapura.
Melansir data Refinitiv, dolar Australia pagi ini melemah 0,41% ke Rp 10172,4/AU$ di pasar spot, posisinya membaik pada pukul 11:29 WIB berada di level 10.209,36/AU$, melemah 0,21%.
Kemarin, Mata Uang Negeri Kanguru ini melemah 0,62%, masih lebih baik dari pelemahan dolar AS 0,99% dan dolar Singapura 0,91%.
Sementara sepanjang pekan lalu, dolar Australia berhasil menguat 0,22%, sementara dolar AS ambrol nyaris 3% dan dolar Singapura 1,6%.
Rupiah sedang berjaya sejak pekan lalu setelah hasil pemilihan presiden AS menunjukkan kemenangan Joseph ‘Joe’ Biden dari Partai Demokrat melawan petahana dari Partai Republik, Donald Trump.
Sementara pada hari ini, kabar vaksin virus corona dari Pfizer membuat sentimen pelaku pasar membaik, yang menguntungkan bagi rupiah.
Perusahaan farmasi asal AS tersebut berkolaborasi dengan BioNTech asal Jerman, dan mengumumkan vaksin buatannya efektif menangkal penyakit akibat virus corona (Covid-19) hingga lebih dari 90% tanpa efek samping yang berbahaya.
Chairman & CEO Pfizer Albert Bourla mengatakan perkembangan terakhir tersebut menjadi hari yang indah bagi ilmu pengetahuan dan kemanusiaan. Efikasi final dari vaksin tersebut dikatakan aman.
Kedua perusahaan tersebut berencana untuk mengajukan penggunaan darurat vaksin kepada Food and Drug Administration (FDA) AS pada pekan ketiga November 2020.
Meski rupiah sedang bagus-bagusnya, tetapi penurunan dolar Australia masih belum signifikan dibandingkan 2 dolar lainnya.
Salah satu penyebab masih kuatnya dolar Australia adalah bank sentralnya (Reserve Bank of Australia/RBA) yang menyatakan tidak akan menerapkan suku bunga negatif.
Dalam pengumuman rapat kebijakan moneter Selasa (2/11/2020), RBA memangkas suku bunga acuannya menjadi 0,1% dari sebelumnya 0,25%. Langkah tersebut diambil untuk lebih mendukung perekonomian yang mengalami resesi untuk pertama kalinya dalam 30 tahun terakhir, setelah dihantam pandemi penyakit virus corona (Covid-19).
Tidak hanya memangkas suku bunga, RBA juga mengatakan akan mengumumkan program tambahan pembelian aset (quantitative easing/QE).
Dolar Australia sempat melemah kemarin setelah pengumuman tersebut, tetapi pada akhirnya berbalik menguat setelah Gubernur RBA, Philip Lowe, memberikan outlook suku bunga ke depannya.
“RBA masih belum kehabisan amunisi, dan masih memiliki stimulus moneter tambahan jika diperlukan, meski demikian suku bunga negatif kemungkinan besar tidak akan diterapkan,” kata Lowe sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (3/11/2020).
Pernyataan tersebut memberikan gambaran periode pemangkasan suku bunga RBA kemungkinan sudah berakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)