fbpx

BPK Temukan 5 Kelemahan Pengelolaan BPJS Kesehatan



Jakarta, CNN Indonesia —

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan lima kelemahan dalam pengelolaan BPJS Kesehatan. Hal ini terungkap dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2020.

Pertama, pemutakhiran dan validasi data kepesertaan BPJS Kesehatan. BPK menilai hal itu belum dilakukan secara optimal.

Beberapa contoh data yang dimaksud adalah data kepesertaan dengan nomor induk kependudukan (NIK) tidak valid, NIK ganda, daftar gaji atau upah peserta pegawai pemerintah non pegawai negeri (PPNPN), dan pekerja penerima upah (PPU) belum mutakhir.







“Hal ini mengakibatkan pembayaran kapitasi berdasarkan jumlah peserta yang tidak valid berpotensi membebani keuangan dana jaminan sosial kesehatan BPJS Kesehatan, serta pembayaran iuran PPNPN dan PPU berpotensi tidak sesuai dengan penghasilan yang sebenarnya,” tulis BPK dalam IHPS I Tahun 2020, dikutip Rabu (11/11).

Oleh karena itu, BPK merekomendasikan BPJS Kesehatan untuk mengatur mekanisme atau petunjuk teknis demi meningkatkan rekonsiliasi dan validasi atas identitas peserta yang terintegrasi dengan NIK.

Selain itu, BPK juga menyarankan BPJS Kesehatan untuk menyesuaikan lagi peserta dari identitas yang ganda.

Kedua, kolektibilitas iuran peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) menurun. Di sisi lain, penyisihan piutang iuran tak tertagih peserta PBPU dan peserta pekerja penerima upah dari badan usaha (PPU BU) justru meningkat.

“Akibatnya defisit dana jaminan sosial kesehatan untuk membiayai penyelenggaraan program jaminan kesehatan nasional (JKN) akan selalu bertambah,” terang BPK.

Atas masalah ini, BPK merekomendasikan BPJS Kesehatan untuk membuat surat edaran kepada Kedeputian Bidang Manajemen Iuran, Kedeputian Bidang Pengawasan, Pemeriksaan dan Layanan Hukum, Kedeputian Bidang Perluasan Kepesertaan, Kedeputian Bidang Kepesertaan dan Kedeputian Wilayah dan Kantor Cabang.

Tujuannya, untuk meningkatkan integrasi antarfungsi unit dalam pengawasan, dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajiban mereka sesuai dengan ketentuan.

Ketiga, penganggaran iuran peserta PPU penyelenggara negara/daerah dan selain penyelenggara negara/daerah melalui mekanisme daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) dan dana perhitungan pihak ketiga tidak didukung oleh data kepesertaan dan iuran yang memadai.

[Gambas:Video CNN]

Dengan demikian, BPJS Kesehatan tidak memperoleh informasi riil penghasilan dari PPU penyelenggara negara/daerah.

“Ini berpengaruh ke besaran iuran yang seharusnya dan hilangnya kesempatan memperoleh tambahan pendapatan iuran tahun 2019 sebesar Rp733 mililar karena belum seluruh kepala desa dan perangkatnya terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan,” jelas BPK.

Makanya, BPK menyarankan agar BPJS Kesehatan membuat mekanisme mengenai integrasi antar fungsi unit dalam penganggaran penerimaan iuran peserta PPU penyelenggara negara/daerah, kepala desa, dan perangkat desa yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Keempat, pengelolaan beban pelayanan kesehatan belum sepenuhnya mampu mencegah terjadinya pembayaran beban pelayanan kesehatan yang tidak tepat.

Persoalan ini mengakibatkan aplikasi Vedika yang dikelola BPJS Kesehatan berpotensi tidak dapat mencegah terjadinya pembayaran beban pelayanan kesehatan yang tak tepat.

BPK menyarankan agar BPJS Kesehatan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan organisasi profesi untuk menyusun dasar hukum sesuai dengan kaidah Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Pembaruan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran yang sudah ada sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang berlaku.

Kelima, verifikasi klaim layanan BPJS Kesehatan belum didukung dengan sistem pelayanan kesehatan dan sistem kepesertaan yang terintegrasi dengan andal. Ini berpotensi membebani keuangan dana jaminan sosial BPJS Kesehatan mencapai Rp52,33 miliar.

“(Persoalan ini juga) berpotensi menimbulkan penyimpangan atas pembayaran klaim pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta yang berstatus non aktif dan dinyatakan meninggal dunia,” kata BPK.

Untuk mengatasi masalah ini, BPK turut merekomendasikan pihak BPJS Kesehatan untuk membuat surat edaran kepada deputi terkait.

Antara lain, Kedeputian Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan, Kedeputian Bidang Kepesertaan, Kedeputian Bidang Teknologi Informasi, Kedeputian Wilayah, dan Kantor Cabang untuk meningkatkan integrasi antar fungsi unit dalam melakukan monitoring dan evaluasi proses verifikasi klaim layanan kesehatan.

(aud/bir)






Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *