Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) meminta perbankan untuk mewaspadai kenaikan rasio kredit bermasalah (NPL) selama pandemi virus corona. Tercatat, per Juni 2020 mencapai 3,11 persen atau meningkat dibandingkan Mei 2020, 3,01 persen.
“NPL kecenderungannya naik itu yang perlu diwaspadai, juga restrukturisasi kredit yang posisinya naik mencapai 21 persen,” kata Anggota Dewan Komisioner LPS Didik Madiyono dalam webinar terkait ancaman resesi ekonomi, seperti dikutip Antara, Rabu (26/5).
Rasio NPL Juli lalu juga lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu, 2,50 persen.
Sementara, persentase pertumbuhan penyaluran kredit per Juni 2020 turun menjadi 1,49 persen. Angka itu melambat dibandingkan Mei 2020 mencapai 3,04 persen dan Juni 2019 sebesar 9,92 persen.
Kendati begitu, ia menilai perbankan Indonesia masih memiliki daya tahan. Salah satu indikatornya rasio kecukupan modal (CAR) mencapai 22,54 persen pada Juni 2020 atau lebih tinggi dibandingkan posisi Mei 2020 mencapai 22,26 persen.
Guna membantu perbankan dalam menjaga likuiditas, LPS memberikan relaksasi berupa penghapusan denda keterlambatan pembayaran premi.
Dalam hal ini, pembayaran premi dilakukan paling lambat dilakukan 31 Juli diperpanjang menjadi 30 Desember 2020.
Untuk enam bulan pertama, LPS mengenakan denda nol persen dan 0,5 persen enam bulan setelahnya yang diatur dalam UU No 2 tahun 2020.
Relaksasi denda ini jauh lebih ringan apabila dibandingkan dalam aturan yang diatur dalam UU LPS yang menetapkan denda 150 persen dari jumlah premi yang seharusnya dibayar untuk periode yang bersangkutan.
Terkait penjaminan, per Juli 2020, jumlah rekening yang dijamin LPS mencapai 99,91 persen dari total rekening atau setara dengan 319,4 juta rekening.
Secara nominal, jumlah simpanan yang dijamin mencapai 52,45 persen dari total simpanan atau sekitar Rp3.350,23 triliun.
(sfr/age)