fbpx

Keputusan Tidak Populis Menahan Kenaikan Upah Minimum Diacungi Jempol


JawaPos.com – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) memutuskan untuk tidak menaikkan upah minimum untuk tahun 2021 mendatang dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian Indonesia pada masa pandemi Covid-19 dan perlunya pemulihan ekonomi nasional. Sehingga, Gubernur diminta untuk melakukan penyesuaian penetapan nilai upah minimum tahun 2021 sama dengan nilai upah minimum tahun 2020.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fuaziyah meminta penetapan dan pengumuman upah minimum provinsi (UMP) 2021 dilakukan pada 31 Oktober 2020. Dalam aturan yang diteken pada 26 Oktober 2020 tersebut, Ida menjelaskan, pandemi Covid-19 berdampak pada kondisi perekonomian dan kemampuan perusahaan dalam memenuhi hak pekerja atau buruh termasuk dalam membayar upah.

Pengamat Indef Bhima Yudhistira melihat, dalam kebijakan ini pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan malah berpihak kepada pengusaha. Pemerintah tidak memosisikan diri sebagai mediator antara kepentingan pengusaha dan pekerja.

Menurutnya, fungsi upah minimum adalah untuk melindungi bagi pekerja. Upah minimum hanya mengatur upah pekerja yang paling bawah. Sehingga, dengan tekanan ekonomi seperti saat ini, sebaiknya pemerintah mendorong kenaikan upah minimum.

“Logikanya, upah minimum bertujuan untuk melindungi buruh yang rentan,” ujarnya kepada JawaPos.com, Rabu (28/10).

Sementara, lanjutnya, persoalan besaran kenaikan tentu harus mempertimbangkan indikator ekonomi dan forum tripartit dimana pemerintah berfungsi sebagai mediator. Namun, dengan munculnya kebijakan ini, terlihat pemerintah hanya berpihak kepada pengusaha.

Bhima menyayangkan kebijakan ini. Setelah sebelumnya keluar Surat Edaran Menaker Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 yang membuka peluang THR tak dibayar tepat waktu oleh pengusaha, serta UU Cipta Kerja, keputusan tidak dinaikkannya upah minimum ini menjadi tambahan kado pahit bagi pekerja.

“Jadi, kalau sekarang ditambah upah minimum tidak naik, maka ini strategi yang salah untuk perlindungan pekerja dan pemulihan ekonomi,” ujarnya.

Pendapat berbeda dikemukakan oleh Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah. Menurut Piter, jika mengacu ketentuan formulasi UMR sama dengan pertumbuhan ekonomi ditambah dengan inflasi, maka seharusnya UMR tahun depan justru turun.

“Tetapi akan lebih bijak kalau UMR tetap, tidak naik dan tidak turun,” ujarnya saat dihubungi, JawaPos.com.

baca juga: Turut Berduka Cita, 700-an Karyawan Garuda Indonesia Diputus Kontrak

Piter mengapresiasi keputusan tidak populis pemerintah untuk menahan kenaikan upah minimum. Menurutnya, tidak dinaikkannya UMR di tengah pandemi akan memberi ruang bernapas bagi dunia usaha untuk menata kembali usahanya.

Sementara bagi pekerja, akan lebih baik menerima UMR yang tetap, daripada UMR naik tetapi sebagian dari mereka dirumahkan atau bahkan kena PHK. “Periode saat sekarang ini seharusnya ada saling pengertian antara perusahaan dan pekerja, karena mereka saling membutuhkan satu sama lainnya,” tukas Piter.

Editor : Estu Suryowati

Reporter : Romys Binekasri





Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *